sahabat yang berkelana untuk berbagi dan menginspirasi

Archive for February, 2009

OUR FIRST STEP

Januari datang. Dan akhirnya kami dapat bertemu untuk membicarakan rencana perjalanan. Saya ingat benar, nama Suroloyo disebut pertama kali pada saat ulang tahun saya ke-21. Maka, tempat itu kami jadikan sebagai ‘our first step’.

Berkali-kali kami mencoba untuk bertemu dan merapatkan keberangkatan ke suroloyo, namun berkali juga kesempatan itu hilang dan batal. Dan lagi-lagi semua tertolong dengan teknologi. Pada satu malam, saya lupa kapan tepatnya, kami berempat bertemu secara online. Kami merapatkan waktu dan persiapan keberangkatan via conference YM.

Masih ingat betul iming-iming Suroloyo, berupa sebuah bukit 1094 m dpal yang dapat menikmati keindahan sunrise dan puncak Borobudur di saat hari cerah, serta keindahan lima gunung di Jawa Tengah yang dapat dilihat saat pagi datang. Hal tersebut membuat kami nekad untuk berangkat pukul 5 pagi dari rumah. Agar dapat menikmati keindahan itu lebih lama.
Namun, dari kami berempat tak ada satu pun yang tahu pasti rute menuju kesana. Dengan berbekal googling dan ingatan semata, rute jalan godean menuju Samigaluh kami pilih, dan navigator kami percayakan kepada Cumil.

Hari dan tanggal telah ditetapkan. Namun, rencana hanyalah rencana, saat ada variable lain yang tak mampu kami kendalikan.

Malam sebelum keberangkatan, hari Sabtu 7 Februari 2009 muncul beberapa masalah. Saat itu formasi yang harusnya berjumlah 6 orang menyusut menjadi tinggal kami beremapt. Otomatis kendaraan menjadi masalah. Motor-motor dikhawatirkan tidak mampu menaklukan medan menuju Suroloyo yang (dalam bayangan kami )berliku. Sementara, tidak ada alternative mobil yang dapat kami pakai.

Dan pagi buta pukul 2 dini hari hari Minggu, 8 februari 2009 masih sms-an dengan boim, saya mencari jalan keluar terbaik. Akhirnya diputuskan untuk mengganti tujuan karena khawatir tidak cukup prasarana untuk mencapai Suroloyo. Dan ketakutan dengan kondisi cuaca yang tak menentu. Yah, cuaca memang terkadang menjadi tak bersahabat dan alam pun dapat menjadi musuh yang menipu.

Maka, Ullen Sentalu menjadi awal perjalanan kami. Kami tidak lagi berkumpul pukul 5 pagi di tempat irbul, namun berganti pukul 9 pagi di rumah saya.

Kurang lebih pukul 10 pagi hari Minggu kami berangkat, karena keterlambatan seseorang tentunya. Masih kami ingat, Minggu pagi yang sangat cerah dan Jogja macet. Seakan-akan semua orang keluar dari rumah untuk dapat menikmati cerahnya Minggu setelah hujan yang menyelimuti Jogja beberapa hari sebelumnya.

Perjalanan kami cukup lancar, tak ada hambatan yang berliku. Setelah memasuki gerbang loket Kaliurang pun tidak sulit menemukan museum Seni Budaya Jawa teresebut. Dari gerbang loket kami berjalan naik dan berbelok pada belokan kiri pertama. Kemudian, kami menyusuri jalan tersebut dan melihat plang penunjuk jalan menuju Ullen Sentalu. Plang tersebut cukup tersembunyi di antara rimbun dedauan di belakangnya. Jalan menuju museum juga masi berupa jalan setapak.

Sama seperti plang penunjuknya, museum tersebut juga nampak tersembunyi dari luar. Mungkin jika tak ada papan nama Museum Ullen Sentalu, kami tidak akan tahu bahwa itulah tempat tujuan kami.
Setelah membayar tiket seharga Rp 15.000,00 kami menunggu di depan pintu masuk untuk dijemput oleh sang tour guide museum. Harga tiket tersebut khusus untuk pelajar dan mahasiswa, pengunjung hanya dengan menunjukkan KTM atau Kartu pelajar dapat membayar dengan tarif tersebut. Karena untuk pengunjung umum akan dikenai tarif yang berbeda yakni seharga rp 25.000,00. Dan harga tiket tersebut sudah termasuk untuk membayar sang tour guide.

Begitu masuk museum, kami merasakan atmosfer yang sangat berbeda. Ada suasana adem karena begitu banyaknya tanaman tropis, selain itu ada suasana mistis yang aneh untuk kami jelaskan dibalik ketenangan yang tercipta. Karena tidak seperti museum pada umumnya, Ullen Sentalu menawarkan waktu-waktu tertentu untuk tour serta seorang pemandu. Jadi pengunjung tidak asal masuk kapan saja mereka datang. Sehingga suasananya sangat sepi dan tenang.

Tour berjalan selama 45 menit dan kami dilarang mengambil gambar selama tour. Ternyata museum ini awalnya adalah rumah peristirahatan biasa milik seorang China (duh, lupa namanya…). Karena ketertarikannnya pada budaya Jawa, maka tempat peristirahatan tersebut berisi koleksi hasil seni dan budaya. Dan museum ini baru dibuka secara resmi untuk umum pada tahun 1997.

Di awal tour kami diajak ke dalam suatu ruangan yang berisi seperangkat gamelan Jawa dan lukisan-lukisan penari Jawa. Setelah itu, kami diajak melewati suatu lorong yang terdapat banyak foto dan lukisan pada dinding di sebelah kanan kiri sepanjang lorong.

Tapi, jujur secara pribadi saya merasa bingung mengikuti alur tour. Karena dijelaskan semua foto dari silsilah empat keluarga kerajaan di Jawa yakni Kasultanan Jogja, Mangkunegaran dan Kasunanan Solo, serta sedikit mengenai Pakualaman Jogja.

Nampaknya, sang pemilik museum menyukai budaya Jawa secara keseluruhan dan tidak terdapat klasifikasi untuk tiap-tiap kerajaan. Sehingga ceritanya pun menjadi tercampur, tidak ada satu kesatuan atau kisah satu tokoh dari kecil, karyanya, hingga kenangan semasa hidupnya. Namun, dari pengamatan saya, kebanyakan foto yang terdpat di museum merupakan cerita silsilah kerajaan Solo.

Masuk ke dalam ruangan lain, kami menemuka ruangan yang berisi batik dengan corak klasik. Dan lagi-lagi batik gaya Jogja dan Solo. Namun, ada juga batik dengan corak warna cerah khas dareah pesisir. Kesimpulan saya masih seperti awal, sang pemilik menyukai budaya Jawa secara menyeluruh.

Di ruangan lain yang kami kunjungi berisi catatan tangan berupa tulisan puisi dan surat serta foto-foto milik Gusti Nurul yang Boim bilang wajah beliau mirip Umma Thurman. *habis nonton Kill Bill ya, Im??masih terbayang-bayang gitu???*. kesimpulan saya menjadi bertambah, sang pemilik memiliki ketertarikan khusus terhadap Gusti Nurul dengan adanya satu ruangan yang isinya mengenai beliau.

Kemudian kami melangkah ke dalam lagi, masuk menuju ruangan yang terdapat lukisan serta patung tentang pengantin Jawa gaya Jogja dan Solo. Di ruangan ini juga terdapat patung pengantin wanita sebesar manusia. Horror abis…

Pada saat itu, sang tour guide menjelaskan mengenai maksud symbol-simbol yang terdapat pada pakaian pengantian wanita Paes Ageng gaya Jogja. Namun, sayang saya tidak terlalu ingat penjelasan dari mbak tour guide tersebut. Tapi, yang pasti entah kenpa saya merasa cukup tersanjung sebagai seorang perempuan saat penjelasan tersebut.

Dan tour kami diakhiri dengan hidangan segelas minuman jahe yang hangat. Lumayan untuk melegakan dahaga. Kemudian, kami mengunjungi toko souvenir yang terdapat dalam museum. Dan tas batik yang menarik kami (saya dan Irma) beli seharga Rp 25.000,00. Lumyan untuk kenangan.
Selepas tour, kami habiskan untuk berfoto sepuasnya.

Begitu keluar dari museum, ide gila kami belum habis. Merasa kurang tertantang dengan tour singkat yang menghidangkan keindahan budaya Jawa serta arsitektur museum yang tak kalah indahnya, Suroloyo kami tetapkan sebagai next stop pada hari itu juga!!!!

Mungkin saya tidak akan melakukan ide gila ini jika tak bersama ketiga teman saya tersebut, orang-orang yang tidak mengenal kata lelah, orang-orang yang haus akan petualangan di alam yang tidak cukup terpenuhi dengan teman-teman kampus. Orang-orang gila!!

Maka dengan melewati jalur alternative, dari jalan Kaliurang melalui daerah Turi kami menuju Jalan Magelang.
Suroloyo, kami datang!!!

rezaMEDHAirmaamil

TITIK BALIK

Sebenarnya segalanya dimulai dari perbincangan ringan via YM antara saya dan boim. Pada saat itu, boim sedang melaksanakan kerja praktek selama 3 bulan di Singapore. Otomatis komunikasi saya dan boim seringkali menggunakan YM setelah dia pulang kantor dan yang pasti sudah larut malam.

Entah kenapa dengan malam itu topik yang kami bicarakan adalah mengenai masa depan. Saya lupa dari mana perbincangan itu bermula. Tapi, samar saya ingat kami membicarakan untuk tetap saling mengunjungi dan menjaga tali silaturahmi setelah lulus kuliah, dimanapun kami berada nantinya. Bahkan jika kami tinggal berbeda Negara karena alasan pekerjaan (wow, khayalan masa muda yang masih meluap sangat…).

Selama saya mengenalnya (sejak SMP), Boim memang beberapa kali bertandang ke luar negeri. Mungkin dari situlah muncul mimpi untuk bisa melihat dunia yang luas suatu hari nanti. Namun, malam itu ia seperti menyadari bahwa, Negara yang selama 21 tahun ini ditinggali, yang begitu luasnya juga belum seluruhnya ia kunjungi. Sedangkan saya, selama 21 tahun saya hidup habiskan di Jogja, jarang bepergian dan berkunjung ke tempat wisata di Indonesia.

Dari situlah muncul keinginan kami untuk melakukan perjalanan bersama-sama mengelilingi Indonesia. Perjalanan untuk melihat negeri yang 21 tahun telah kami tinggali.

Tidak berhenti di situ saja. Keinginan kami semakin menjadi saat muncul ide untuk mendokumentasikan perjalanan kami dalam bentuk jurnal, sebuah tulisan perjalanan yang disertai foto-foto kenangan. Dan rencana awalnya, perjalanan ini tidak plesir sekedar wisata. Namun, kami ingin berkelana secara backpacking. Minim modal jadi salah satu alasannya. Selain itu juga karena jiwa petualang kami yang tak kalah meluapnya.

Memulai dari kami berdua, muncul keinginan untuk mengajak massa yang lebih banyak. Maka saya mengajak irbul *yang saat itu juga sedang online*. Selain itu, saya juga mengajak amil yang pada saat itu sedang tak terbendung jiwa bertualangnya *atau melarikan diri masalah dengan bepergian keluar kota dengan mengendarai motor*.

Kami berempat sebenarnya adalah teman satu SMA. Dan selama SMA, kami aktif dalam suatu kegiatan sekolah yang sama. SIGMA-lah yang mempertemukan kami. SIGMA dapat dikatakan sebagai kegiatan ekskul yang berkaitan dengan jurnalisme. SIGMA SMA 1 tidak hanya membentuk kami sebagai teman kerja, teman bercanda, teman tertawa, melainkan sebuah keluarga. Keanggotaan seumur hidup.

Namun, kami menyadari waktu yang kami punya untuk melakukan perjalanan ini tidak sebanyak tempat yang ingin kami kunjungi. Karena kami masih berstatus mahasiswa dengan kesibukan kuliah yang berbeda.

Reza Primardiantono a.k.a Boim masih tercatat sebagai mahasiswa Arsitektur UGM angkatan 2005. (saat itu) masih di negeri orang, sibuk dengan KP, dan bersiap untuk T.A.
Irma Widyasta Pratiwi a.k.a. Irbul masih tercatat sebagai mahasiswi Teknik Industri UGM angkatan 2006. Jadwalnya bersenang2 bersama teman satu jurusan sebanyak kesibukan kuliah dan berorganisasi.
Amil Hasbala a.k.a Cumil masih tercatat sebagai mahasiswa Teknik Kimia UGM angkatan 2006. Masih berkecimpung dengan kegiatan jurnalisme di jurusannya dan mempunyai posisi tertentu. Dan juga kesibukan kuliah yang sama gilanya.
Sedangkan saya, Medha Eka Nurhayati a.k.a Medhut masih berstatus mahasiswi Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian UGM angkatan 2006. Baru saja saya tuntaskan masa kerja praktek dan bersiap untuk menyusun laporan serta akan kembali sibuk dengan kuliah, praktikum dan laporan-laporan yang tidak ada habisnya.

Dari kesibukan yang berbeda membuat jadwal pertemuan kami untuk bepergian menjadi sulit. Rencana untuk estafet dari kota ke kota secara backpacking menjadi sulit untuk dilaksanakan. Akhirnya kami menetapkan satu kali dalam sebulan untuk melakukan perjalanan jauh mengunjungi tempat indah di negeri ini.

Dan jurnal ini tak hanya sekedar tulisan mengenai perjalanan kami menuju dan menikmati tempat-tempat indah tersebut. Lebih dari itu, kami bertekad untuk membagi pengalaman hidup kami di sini. Membagi hal-hal yang kami lihat, hal-hal yang mampu menginspirasi hidup kami.
Karena selain ingin melihat negeri ini, kami bertekad untuk kembali menulis. Yah, melanjutkan kemampuan kami yang digembleng semasa jaya di SIGMA dulu.

Mungkin jajansembarangan ini perwujudan follow-up SIGMA yang tak kami temukan lagi tempat dan atmosfernya selepas SMA. Dan jajansembarangan merupakan istilah untuk sekuel sebuah buklet yang bernama JAJAN PASAR, sebuah buklet yang berisikan beberapa kisah yang ditulis oleh alumni SIGMA. Kisah-kisah yang menginspirasi alumni tersebut.
Dan jajansembarangan merupakan wadah untuk menampung semua hal yang menginspirasi kami.

Dari sinilah semuanya akan kami mulai. Perjalanan kami pun juga telah dimulai. Dimulai dari Jogja, dari kota dimana kami besar dan dipertemukan. Dan museum Ullen Sentalu menjadi langkah awal perjalanan kebersamaan kami.

rezaMEDHAirmaamil

Hari itu

8 Februari 2009
Hari Minggu itu memang bukan pertama kalinya kita bertemu dan menghabiskan waktu dengan kegiatan yang melelahkan (teringat jaman di Planet dulu yang benar-benar melelahkan).
Hari itu kita bicara banyak (banget) tentang beberapa hal. Engine break, nikahan Katon & Ira Wibowo, Uma Thurman (ga perlu dibahas lebih lagi! Aku sutuju deh kalo beliau itu emang mirip), flying fox, negeri awan, bijih kopi, bakmi jokteng. SEMUANYA.

boim-irbul-medhut-cumi

boim-irbul-medhut-cumi

Ullen Sentalu
Museum cantik ini menjadi saksi bisu awal sepak terjang kita. Tapi jangan salah, kebisuannya mampu membuat decak kagum dan membungkam mulut kita yang biasanya komentar tiada henti ini. Sempat speechless sejenak.
Kemistisan, misterius, kewibawaan kekuasaan, kekuatan karya seni, terasa sekali di sana. Kecuali saat tiba-tiba ada suara, “Eh, mirip Uma Thurman ya?” Caappeeeee deee Im…

Oya, jadi teringat nih. Apa kabar ya si mbak-teman-tour-kita-dari-rombongan-lain yang pingsan di depan lukisan sultan-sultan Jogja? Get well soon ya mbak… Sebenernya sih ada 2 personil P3K waktu itu. Tapi lagi ambil off-day mbak… ^^

Ternyata, niat yang hanya ke Ullen Sentalu tinggallah niat. Rasanya bukan kita banget kalau segitu saja selesai. Setelah mampir ke Mbah Carik, tekad bulat tak bisa dibendung : SUROLOYO, NOW.

Perjalanan seakan mengelilingi DIY-Jateng (herraaaann..niat banget ga sih kita?).
Sempat terhenti hujan cukup deras. Tapi untungnya kebetulan waktu solat Dhuhur. Kita jadi istirahat sejenak di rumah Allah.
Mungkin hujan itu bukan stopper buat kita. Hujan itu ternyata memudahkan karena perjalanan menjadi tidak begitu berdebu dan panas. Betapa dilindunginya kita oleh Sang Maha Kuasa.

Menuju puncak memang harus melewati jalan yang berliku.
Ini bukan hanya pepatah (beneran coy!). Menuju puncak Suroloyo yang menjanjikan keindahan memang tidak gampang. Jalan berliku dan menanjak yang tak terprediksi seberapa besar kemiringannya. Yang seru di bagian melewati tikungan 180 derajat. SERATUS DELAPAN PULUH lho yaaa…nanjak pula..gokil!!

Kemudian, betapa senangnya ketika mengetahui kita sudah sampai di parkiran Suroloyo. But, you know what? Ternyata belum selesai. Kalau sebelumnya, kendaraan kita yang harus bekerja keras. Sekarang, kaki kita. Anak-anak tangga itu seakan menggelar red carpet untuk kita, menuju ke hingar-bingar negeri awan.

Tapi, itu semua setimpal. Kerja keras Beat merah kepunyaan adeknya Boim. Suara RX King punya Amil yang memecah kesunyian jalan menuju puncak. Kesabaran kita menghadapi medan perjalanan, sempat putar balik (di Borobudur), hujan cukup deras, rasa lapar.
Semua itu setimpal kawan.
Terbayar saat kita di puncak.
Sebelum sampai, kita memang mempunyai bayangan mengenai keindahan puncak. Namun, sesampainya di sana, lagi-lagi kita justru terdiam. Dibungkam oleh kabut tipis (sama jadah tempe juga ding..^^). Menyadari betapa dunia ini indah. Lukisan Tuhan memang SANGAT menakjubkan. Bahkan kamera canggih (didukung skill mantab fotografer) pun tak bisa menangkap dan mengabadikan keagungannya semirip mungkin. Itu semua hanya bisa dinikmati dengan mata sendiri. Ya, mata ini termasuk mahakarya Tuhan juga. So, I just felt so thankful for these eyes that could see wonderful things in this universe.

Saya (irma) menyadari bahwa sangat tidak adil kalau kita bilang “Hidup ini membosankan dan memuakkan”.
Hidup ini indah kawan. Terlalu banyak hal yang terlewatkan untuk disyukuri.
Syukuri saja hidupmu saat ini yang bisa dengan sangat mudah browsing internet. Bayangkan jika hidup di puncak sana. Jauh dari gemerlap jaman modern, apalagi internet. Sederhana apa adanya, begitulah cara masyarakat sana melewati hidupnya.
Nggak ada istilah hot spot
Nggak ada Coffee Crunch Flurry
Nggak ada juga mall
Bowling? Apalagi iniii…

Perjalanan ini bukan untuk hura-hura. Tapi untuk mengagumi dan mensyukuri betapa indah dunia ini. Sekaligus rehat sejenak dari keruwetan rutinitas.

Last, but not least… Semua itu untuk mensyukuri atas persahabatan yang unik ini.

rezamedhutIRBULamil

sebuah pemikiran….

Medha

Medha

sebuah pemikiran…
sebenernya seberapa besarkan kita mengenal kampung halaman kita ini? yakin kita semua kenal sama kampung halaman kita? atau hanya tempat-tempat yang biasa kita datengin yg kita kenal?

mungkin….

tapi kita bercita2 untuk mengenal indonesia…
pernah saya (reza) ditanya sama seorang temen sekantor dari Nepal ..” Kalo satu kota yang Indonesia banget tuh mana ya ” (udah di translate hehehe)…BUset….otakku langsung hang…mana yaa???
kalo sebut kota2 di pulau jawa aja udah macem2…trus sumatra, kalimantan, sulawesi??? deuuhh….

sebenernya Indonesia kita seperti apa? apa aku belum kenal?

REZAmedhutirbulamil

the gank..

Medha Irbul Amil

the 3 of us….sebenernya masih ada satu lagi cowo ganteng (yg posting ini) tapi fotonya menyusul heheh

from the left : Medhut, Irbul, and introducing Amil Hasbala alias Cumi

the gank..

Medha Again

Medha Eka Nurhayati alias Medhuuut…

the gank..

Almost unbelieveble..Irma Cabul..Irbul
Irma Widyasta Pratiwi….dikenal dengan Irbul….

another friendship…

Breathtaking view

Akhirnya kita berkumpul kembali setelah sekian lama..
berharap dengan blog ini dapat saling mengisi dan membagi pengalaman dengan JAJAN….heheh JAJANSEMBARANGAN…

di puncak suroloyo 1094 MDPL…..kita mulai bertekad untuk membagi kisah hidup masing2 sambil meneruskan hoby nulis….Memang kita dulu adalah orang2 yang lengket banget sama Sigma….sebuah majalah keren yang dengan segala perjuangan kami lakukan untuk menerbitkannya…Sampai dimana masa aktif kami selesai..masih ada keinginan untuk menulis..Akhirnya kami berharap JAJANSEMBARANGAN bisa jadi tempat kami mencurahkannya

Reza Primardiantono, Medha Eka Nurhayati, Irma Widyasta Pratiwi, Amil Hasbala

Semoga kebersamaan ini bisa saling mengisi dan menginspirasi

REZAMEDHUTIRBULAMIL