OUR FIRST STEP
Januari datang. Dan akhirnya kami dapat bertemu untuk membicarakan rencana perjalanan. Saya ingat benar, nama Suroloyo disebut pertama kali pada saat ulang tahun saya ke-21. Maka, tempat itu kami jadikan sebagai ‘our first step’.
Berkali-kali kami mencoba untuk bertemu dan merapatkan keberangkatan ke suroloyo, namun berkali juga kesempatan itu hilang dan batal. Dan lagi-lagi semua tertolong dengan teknologi. Pada satu malam, saya lupa kapan tepatnya, kami berempat bertemu secara online. Kami merapatkan waktu dan persiapan keberangkatan via conference YM.
Masih ingat betul iming-iming Suroloyo, berupa sebuah bukit 1094 m dpal yang dapat menikmati keindahan sunrise dan puncak Borobudur di saat hari cerah, serta keindahan lima gunung di Jawa Tengah yang dapat dilihat saat pagi datang. Hal tersebut membuat kami nekad untuk berangkat pukul 5 pagi dari rumah. Agar dapat menikmati keindahan itu lebih lama.
Namun, dari kami berempat tak ada satu pun yang tahu pasti rute menuju kesana. Dengan berbekal googling dan ingatan semata, rute jalan godean menuju Samigaluh kami pilih, dan navigator kami percayakan kepada Cumil.
Hari dan tanggal telah ditetapkan. Namun, rencana hanyalah rencana, saat ada variable lain yang tak mampu kami kendalikan.
Malam sebelum keberangkatan, hari Sabtu 7 Februari 2009 muncul beberapa masalah. Saat itu formasi yang harusnya berjumlah 6 orang menyusut menjadi tinggal kami beremapt. Otomatis kendaraan menjadi masalah. Motor-motor dikhawatirkan tidak mampu menaklukan medan menuju Suroloyo yang (dalam bayangan kami )berliku. Sementara, tidak ada alternative mobil yang dapat kami pakai.
Dan pagi buta pukul 2 dini hari hari Minggu, 8 februari 2009 masih sms-an dengan boim, saya mencari jalan keluar terbaik. Akhirnya diputuskan untuk mengganti tujuan karena khawatir tidak cukup prasarana untuk mencapai Suroloyo. Dan ketakutan dengan kondisi cuaca yang tak menentu. Yah, cuaca memang terkadang menjadi tak bersahabat dan alam pun dapat menjadi musuh yang menipu.
Maka, Ullen Sentalu menjadi awal perjalanan kami. Kami tidak lagi berkumpul pukul 5 pagi di tempat irbul, namun berganti pukul 9 pagi di rumah saya.
Kurang lebih pukul 10 pagi hari Minggu kami berangkat, karena keterlambatan seseorang tentunya. Masih kami ingat, Minggu pagi yang sangat cerah dan Jogja macet. Seakan-akan semua orang keluar dari rumah untuk dapat menikmati cerahnya Minggu setelah hujan yang menyelimuti Jogja beberapa hari sebelumnya.
Perjalanan kami cukup lancar, tak ada hambatan yang berliku. Setelah memasuki gerbang loket Kaliurang pun tidak sulit menemukan museum Seni Budaya Jawa teresebut. Dari gerbang loket kami berjalan naik dan berbelok pada belokan kiri pertama. Kemudian, kami menyusuri jalan tersebut dan melihat plang penunjuk jalan menuju Ullen Sentalu. Plang tersebut cukup tersembunyi di antara rimbun dedauan di belakangnya. Jalan menuju museum juga masi berupa jalan setapak.
Sama seperti plang penunjuknya, museum tersebut juga nampak tersembunyi dari luar. Mungkin jika tak ada papan nama Museum Ullen Sentalu, kami tidak akan tahu bahwa itulah tempat tujuan kami.
Setelah membayar tiket seharga Rp 15.000,00 kami menunggu di depan pintu masuk untuk dijemput oleh sang tour guide museum. Harga tiket tersebut khusus untuk pelajar dan mahasiswa, pengunjung hanya dengan menunjukkan KTM atau Kartu pelajar dapat membayar dengan tarif tersebut. Karena untuk pengunjung umum akan dikenai tarif yang berbeda yakni seharga rp 25.000,00. Dan harga tiket tersebut sudah termasuk untuk membayar sang tour guide.
Begitu masuk museum, kami merasakan atmosfer yang sangat berbeda. Ada suasana adem karena begitu banyaknya tanaman tropis, selain itu ada suasana mistis yang aneh untuk kami jelaskan dibalik ketenangan yang tercipta. Karena tidak seperti museum pada umumnya, Ullen Sentalu menawarkan waktu-waktu tertentu untuk tour serta seorang pemandu. Jadi pengunjung tidak asal masuk kapan saja mereka datang. Sehingga suasananya sangat sepi dan tenang.
Tour berjalan selama 45 menit dan kami dilarang mengambil gambar selama tour. Ternyata museum ini awalnya adalah rumah peristirahatan biasa milik seorang China (duh, lupa namanya…). Karena ketertarikannnya pada budaya Jawa, maka tempat peristirahatan tersebut berisi koleksi hasil seni dan budaya. Dan museum ini baru dibuka secara resmi untuk umum pada tahun 1997.
Di awal tour kami diajak ke dalam suatu ruangan yang berisi seperangkat gamelan Jawa dan lukisan-lukisan penari Jawa. Setelah itu, kami diajak melewati suatu lorong yang terdapat banyak foto dan lukisan pada dinding di sebelah kanan kiri sepanjang lorong.
Tapi, jujur secara pribadi saya merasa bingung mengikuti alur tour. Karena dijelaskan semua foto dari silsilah empat keluarga kerajaan di Jawa yakni Kasultanan Jogja, Mangkunegaran dan Kasunanan Solo, serta sedikit mengenai Pakualaman Jogja.
Nampaknya, sang pemilik museum menyukai budaya Jawa secara keseluruhan dan tidak terdapat klasifikasi untuk tiap-tiap kerajaan. Sehingga ceritanya pun menjadi tercampur, tidak ada satu kesatuan atau kisah satu tokoh dari kecil, karyanya, hingga kenangan semasa hidupnya. Namun, dari pengamatan saya, kebanyakan foto yang terdpat di museum merupakan cerita silsilah kerajaan Solo.
Masuk ke dalam ruangan lain, kami menemuka ruangan yang berisi batik dengan corak klasik. Dan lagi-lagi batik gaya Jogja dan Solo. Namun, ada juga batik dengan corak warna cerah khas dareah pesisir. Kesimpulan saya masih seperti awal, sang pemilik menyukai budaya Jawa secara menyeluruh.
Di ruangan lain yang kami kunjungi berisi catatan tangan berupa tulisan puisi dan surat serta foto-foto milik Gusti Nurul yang Boim bilang wajah beliau mirip Umma Thurman. *habis nonton Kill Bill ya, Im??masih terbayang-bayang gitu???*. kesimpulan saya menjadi bertambah, sang pemilik memiliki ketertarikan khusus terhadap Gusti Nurul dengan adanya satu ruangan yang isinya mengenai beliau.
Kemudian kami melangkah ke dalam lagi, masuk menuju ruangan yang terdapat lukisan serta patung tentang pengantin Jawa gaya Jogja dan Solo. Di ruangan ini juga terdapat patung pengantin wanita sebesar manusia. Horror abis…
Pada saat itu, sang tour guide menjelaskan mengenai maksud symbol-simbol yang terdapat pada pakaian pengantian wanita Paes Ageng gaya Jogja. Namun, sayang saya tidak terlalu ingat penjelasan dari mbak tour guide tersebut. Tapi, yang pasti entah kenpa saya merasa cukup tersanjung sebagai seorang perempuan saat penjelasan tersebut.
Dan tour kami diakhiri dengan hidangan segelas minuman jahe yang hangat. Lumayan untuk melegakan dahaga. Kemudian, kami mengunjungi toko souvenir yang terdapat dalam museum. Dan tas batik yang menarik kami (saya dan Irma) beli seharga Rp 25.000,00. Lumyan untuk kenangan.
Selepas tour, kami habiskan untuk berfoto sepuasnya.
Begitu keluar dari museum, ide gila kami belum habis. Merasa kurang tertantang dengan tour singkat yang menghidangkan keindahan budaya Jawa serta arsitektur museum yang tak kalah indahnya, Suroloyo kami tetapkan sebagai next stop pada hari itu juga!!!!
Mungkin saya tidak akan melakukan ide gila ini jika tak bersama ketiga teman saya tersebut, orang-orang yang tidak mengenal kata lelah, orang-orang yang haus akan petualangan di alam yang tidak cukup terpenuhi dengan teman-teman kampus. Orang-orang gila!!
Maka dengan melewati jalur alternative, dari jalan Kaliurang melalui daerah Turi kami menuju Jalan Magelang.
Suroloyo, kami datang!!!
rezaMEDHAirmaamil